
Sertifikat Elektronik atau sering disebut dengan e-sertifikat adalah sertifikat yang diterbitkan melalui sistem Elektronik dalam bentuk Dokumen Elektronik yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN berdasarkan peraturan Menteri ATR / Kepala BPN No. 1 Tahun 2021.
Karena ini kebijakan baru dari pemerintah, masyarakat masih banyak yang belum tau perbedaan antara sertifikat tanah analog (kertas) dengan sertifikat tanah elektronik. Selain dari bentuk fisiknya, terdapat beberapa perbedaan lain antara sertifikat tanah analog dengan sertifikat tanah elektronik.
Berikut adalah perbedaan e-sertifikat dengan sertifikat analog

Contoh sertifikat tanah elektronik
Sertifikat tanah elektronik biasanya menampilkan informasi dasar seperti nama pemilik, luas tanah, lokasi, dan nomor sertifikat, serta QR code untuk verifikasi.

Kelebihan dan kekurangan sertifikat tanah elektronik
Kelebihan
1. Keamanan yang lebih tinggi
Sertifikat elektronik dilengkapi dengan teknologi enkripsi dan tanda tangan digital, yang membuatnya lebih aman dari pemalsuan atau perubahan data. Dengan QR code, keaslian sertifikat dapat diverifikasi dengan mudah.
2. Mengurangi risiko kehilangan atau kerusakan
Karena tersimpan dalam format digital, sertifikat ini tidak rentan terhadap kerusakan fisik seperti yang bisa terjadi pada sertifikat kertas. Tidak ada risiko kehilangan dokumen fisik karena sertifikat disimpan dalam sistem elektronik BPN.
3. Akses lebih mudah
Pemilik tanah dapat mengakses sertifikat mereka kapan saja dan di mana saja melalui portal resmi BPN atau aplikasi digital. Hal ini juga memudahkan proses verifikasi oleh pihak lain seperti perbankan atau notaris.
4. Efisiensi administrasi
Proses administrasi terkait sertifikat tanah, seperti transaksi jual beli, lebih cepat dan efisien karena data terpusat dan dapat diakses secara online. Ini juga mengurangi birokrasi yang biasanya terkait dengan dokumen fisik.
Kekurangan
1. Ketergantungan pada teknologi
Sertifikat tanah elektronik memerlukan infrastruktur teknologi yang kuat dan stabil. Jika terjadi masalah teknis, seperti server down atau peretasan, ini bisa menghambat akses dan validasi sertifikat.
2. Keterbatasan akses bagi masyarakat
Tidak semua orang, terutama di daerah terpencil, memiliki akses ke teknologi atau pemahaman yang cukup tentang penggunaan sertifikat elektronik. Ini bisa menjadi kendala dalam transisi dari sertifikat fisik ke elektronik.
3. Potensi masalah teknis dan keamanan siber
Meskipun lebih aman dari segi pemalsuan, sertifikat elektronik tetap rentan terhadap serangan siber atau peretasan jika sistem tidak dikelola dengan baik. Risiko pencurian data juga perlu diwaspadai.
4. Perubahan dan penyesuaian regulasi
Penggunaan sertifikat tanah elektronik memerlukan penyesuaian regulasi dan kebijakan yang komprehensif, baik di tingkat nasional maupun lokal. Proses ini memerlukan waktu dan bisa menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat yang belum terbiasa dengan sistem baru.