PPN atau Pajak Penambahan Nilai merupakan salah satu pajak yang wajib kita bayarkan saat melakukan transaksi jual beli yang termasuk dalam objek BKP (Barang Kena Pajak) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan resmi naik kembali ke angka 12% di tahun 2025 mendatang. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Kenaikan ini tertuang dalam amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), atas pengesahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 29 Oktober 2021.

Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, kenaikan tarif PPN juga bertujuan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development) dimana negara-negara tersebut memiliki tarif PPN sebesar 15 persen.

Apa sih dampak dari kenaikan PPN ini ?

Dengan adanya kenaikan PPN tersebut pasti memiliki dampak positif dan negatif, tergantung dari sudut pandang kita.
Dalam sudut pandang positif, sejatinya PPN merupakan salah satu kontributor penerimaan negara terbesar. Dalam hal ini, PPN berperan vital sebagai sumber pendanaan kebutuhan bangsa yang semakin meningkat setiap tahun. Oleh karena itu, kenaikan menjadi hal mendasar untuk menambah jumlah pendapatan negara, mengingat peningkatan pengeluaran pemerintah juga harus diikuti dengan jumlah pendapatan negara yang kian meningkat.


Kedua, kenaikan PPN ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada hutang luar negeri dimana Indonesia masih bergantung pada hutang untuk menutupi defisit anggaran. Dan dengan meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah berupaya untuk mengurangi penggunaan hutang dan menjaga stabilitas ekonomi negara dalam jangka panjang. Penerimaan negara berupa PPN juga akan didistribusikan kembali kepada masyarakat melalui berbagai bentuk pembangunan, hingga program subsidi dan bantuan sosial.

Dari sudut pandang negatif, Kenaikan PPN akan cukup berpengaruh terhadap willingness to pay (keinginan untuk membayar) masyarakat menengah. Semakin tinggi PPN, maka semakin tinggi juga harga BKP (Barang Kena Pajak)/JKP (Jasa Kena Pajak) yang diperjualbelikan. Sehingga sebagai pembeli, tentunya masyarakat yang dibebankan dengan harga barang dan jasa yang lebih mahal. Kondisi tersebut bisa membuat daya beli masyarakat menurun, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Mengapa demikian?

Rata-rata penghasilan masyarakat di Indonesia masih terbilang minim untuk menanggung biaya kebutuhan yang semakin mahal akibat terkena kenaikan biaya PPN tersebut.
Kenaikan PPN 12 persen ini memungkinkan akan terjadi peningkatan inflasi. Tidak hanya itu, para pengusaha pun mesti terbebankan oleh biaya pajak yang semakin besar dengan minat konsumen yang sedikit.

0 Komentar